Tekad, Semangat, Mimpi, dan Takdir

| Posted in , , | Posted on 15.31

0

Nak.. Mari sini, Ayah ceritakan tentang kisah bagaimana sebuah tekad, semangat, mimpi, dan takdir yang selalu mengiringi perjalanan manusia. 

Dulu, sebelum Momi hamil, Momi sudah mengatakan dengan jelas bahwa Momi ingin persalinan normal. Ayah meng-iya-kan dengan sukacita, meskipun tak sedikit kenalan Momi yang memperingatkan betapa SAKIT nya persalinan normal itu. Tapi Nak, Alhamdulillah tekad Momi begitu besar, bahkan sepertinya lebih besar daripada tekad untuk menerima lamaran Ayah. :p 

Alhamdulillah semua proses mengalir seperti air.. Oh ya, ada satu cerita kecil sebelumnya. Ayah sampai sekarang tidak tahu hal ini berkaitan dengan kehamilan Momi atau tidak, namun ada di satu hari, beberapa hari sebelum Momi mendapatkan 2 garis merah yang satunya agak samar pada testpack kesekian yang telah kami coba, Ayah merasakan mual. Mual yang benar2 mual. Ayah ingat pagi itu Ayah tidak kekantor tapi langsung ke lapangan dan kemudian ke Tangerang lihat2 marmer. Dari mulai inspeksi lapangan sampai ke Tangerang kemudian sampai lagi di Jakarta, mual itu tak kunjung hilang. Opa Boss pun sampai bertanya-tanya kenapa Ayah terus2an sendawa dan hoek-hoek. Tapi jauh di pikiran Ayah waktu itu, entah kenapa Ayah yakin bahwa ini adalah pertanda bahwa Momi telah hamil. 

Beberapa hari kemudian, tetesan air mata bahagia mengiringi kabar ini yang disampaikan Momi via telpon -hari itu Momi izin sakit karena sudah tidak enak badan dari kemarinnya-. Malam itu juga kami langsung ke RS untuk memastikan keberadaan mu di perut Momi. 

Alhamdulillah, sejak itu pula engkau mulai iseng ke Ayah dan Momi. Ya, Ayah juga sempat mengalami fase yang disebut "ngidam". Ayah bukan orang yang gampang percaya akan hal yang seperti itu Nak. Sampai Ayah mengalami sendiri bagaimana "ngidam" itu, Ayah tetap berkesimpulan bahwa "ngidam" hanya proses biasa dimana seseorang menginginkan sesuatu. Kebetulan sesuatu yang diinginkan ini dirasakannya pas hamil. Dan karena hamil, kasian kalau tidak dituruti. Semua kesimpulan itu salah. Ayah tidak tahu bagaimana menjelaskannya secara ilmiah, namun apa yang Ayah rasakan bukan sekedar keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Keinginan itu begitu kuat, sampai2 hanya dengan membayangkan [waktu itu Ayah tiba2 ingin bumbu rujak bubuk rasa manis pedas yang dulu sering dibelikan Nekbun sebagai pelengkap Ayah menyantap jambu biji belakang rumah Simpang GIA] bumbu rujak itu, air liur mengalir deras dari dalam mulut. Pikiran tidak tenang, fokusnya hanya kepada rasa dan bentuk bumbu rujak itu. Momi langsung tertawa begitu Ayah mengalami hal ini. Sepulang kantor kami pergi ke Kemchick, karena setahu kami semua bumbu ada disini. Benar saja, begitu melihat bumbu yang Ayah sudah idam2kan, Ayah sedikit melompat girang. Yep, melompat....sedikit kok tapi. :D 

Bagaimana dengan keisengan mu pada Momi? Pada trisemester pertama, Momi tidak bisa memakan makanan yang sama pada hari yang sama. Sombong kalau waktu itu Ayah bilang ke Momi :p Trisemester kedua, engkau menunjukkan darah Padang yang engkau bawa dari Ayah dan Nekbun dengan cara memberikan nafsu makan lebih ke Momi terhadap masakan Padang serta makanan yang berbahan baku Mie. Makanan yang sangat jarang bahkan tak pernah disentuh oleh Momi ketika Momi belum hamil. Trisemester ketiga, lagi2 engkau menunjukkan darah yang Ayah wariskan padamu dengan meminta Momi memakan makanan dengan porsi besar. Pernah waktu itu Momi membeli mie goreng yang ternyata porsinya untuk 3 orang. Sebelum makan, Momi bilang ke Ayah, "bang, kayaknya ini buat sarapan aja deh, banyak banget soalnya." Ayah cuma jawab dengan menoleh sedikit lalu berkata "iya". Tak sampai 10 menit kemudian, Momi terperanjat sendiri melihat makanannya sudah hampir habis. Tak kurang dari 3 menit kemudian, piringnya sudah bersih. [Sebenarnya ini bukan dari darah Ayah yang suka makan banyak nak, memang Momi yang butuh asupan makanan lebih banyak :p] 

Pernah juga, ketika akhir bulan ke tiga kehamilan, Momi demam tinggi. Tengah malam itu ketika Ayah baru pulang, Momi sedang meringkuk di kasur, menggigil. Ayah kemudian meletakkan termometer di ketiak Momi dan kaget dengan panas Momi yang mencapai 39.5. Sempat turun karena sudah diberi obat, namun naik lagi pada pagi harinya. Pagi itu juga Ayah bawa Momi ke tempat yang kelak menjadi rumah sakit tempat engkau lahir. Tak mau ambil resiko, meskipun diagnosa penyakitnya belum jelas, Ayah meminta Momi dirawat saja. Beberapa jam setelah dirawat, Alhamdulillah Momi segar bugar. Tim dokterpun tidak mempunyai diagnosa khusus tentang penyakit Momi. Karena ada demam tinggi, dokter hanya menyebutkan ada infeksi bakteri. Pada hari itu juga, kami memahami maksud kenapa Momi harus dirawat di RS. Kesimpulan kami adalah, engkau anakku, ingin pamer 'monas'mu yang ternyata pada akhir bulan ketiga ini sudah bisa dilihat jelas di USG. Rada cepat menurut penuturan dokter. Alhamdulillah. 

Engkau yang semakin detik semakin besar di dalam perut Momi, tidak mengurangi semangat Momi untuk tetap beraktifitas seperti biasanya Nak. Momi tetap semangat bekerja, kesana kemari, naik turun tangga. Naik turun tangga ini juga sempat menimbulkan rasa kuatir dari Nema dan Nekbun. Alhamdulillah kondisi badan Momi selalu terjaga. 

Akhirnya, hari Minggu tanggal 24 Februari 2013, sepulang kami mencari makan siang sembari berjalan-jalan mencari barang2 untuk engkau anakku pakai nanti, ada flek yang keluar dari Momi. Setelah sampai di ruang observasi RS, kami mendapati bahwa Momi belum bukaan 1, tapi sudah menuju waktunya lahiran. Momi memilih pulang dulu daripada langsung dirawat di kamar RS agar bisa lebih rileks. Ternyata untuk 2 hari kedepan, rileks akan menjauhi Momi. 

Setiba di kosan, percobaan Momi untuk tidur terganggu karena kontraksi yang sudah semakin sering. Ayah hitung di Sony Ericsson W700i Ayah [akhirnya handphone keluaran 2005/2006 ini menunjukkan kualitasnya yang tidak kalah dengan blackBerry yang katanya smartphone *sarcasm detected*] kontraksinya sudah 1 kali dalam 3-5 menit. Momi hanya bisa 'kesliwet' 2-3 menit, kemudian terbangun merasakan kontraksi beberapa detik, dan begitu seterusnya. 

Sebelum Subuh kami sudah kembali berada di ruang observasi, mendapati Momi sudah pembukaan 1. Hingga 24 jam kedepan, ternyata pembukaan Momi baru naik menjadi pembukaan 2 nak. Meskipun hanya naik 1 pembukaan, sakit yang dialami oleh Momi sudah menjadi sangat luar biasa. 

Dari awalnya yang bahkan Momi tidak tahu itu kontraksi atau bukan, kemudian meningkat menjadi kontraksi yang masih bisa dinikmati sambil sedikit ketawa-ketiwi dengan celetukan2, dan kemudian levelnya naik ke kontraksi yang bisa membuat kuku Momi menancap di kulit Ayah. Tidak, kuku Momi tidak panjang nak, rasa sakit yang luar biasa dari kontraksi itulah yang menyebabkan Momi bisa menancapkan kukunya. Bagian bawah ranjang rumah sakit juga jadi sasaran tendangan Momi. 

Erangan sakitnya Momi menyayat hati Ayah nak. Bohong itu semua penelitian yang mengatakan sakitnya seperti beberapa tulang patah dalam satu waktu. Apa yang Momi alami Ayah rasa jauh lebih sakit. Sakit yang pada satu titik, membuat Momi sampai ke tingkat pasrah seperti di film Life of Pi. Di adegan dimana Pi berteriak ke langit ketika badai datang, berteriak kepada Tuhannya untuk membawa dia pergi sekarang juga. Kepasrahan terhadap Allah SWT itu nak,-bukan kemarahan- yang mengingatkan Ayah kepada adegan itu.

Dinding yang menahan air mata Ayah dari awal Momi menahan sakit runtuh sudah, tak terbendung. Kelak engkau akan mendengar cerita dari semua orang bagaimana sakitnya proses persalinan normal. Tapi engkau tak akan pernah benar2 sadar bagaimana sakitnya sampai orang yang kau janjikan untuk selalu hidup bersama atas dasar cinta kasih meraung2, menggeliat kesakitan menahan sakit, di depan matamu. 

Air mata Momi yang dari awal sudah keluar akhirnya bertemu dengan air mata Ayah. Kami berpegangan tangan, saling menguatkan satu sama lain. Memberi semangat, memberi mimpi, memberi harapan, saling mengingatkan, bahwa engkau anakku, sudah semakin dekat ke dunia ini, sudah semakin dekat untuk kami dekap. Nyata. 

Andaikan waktu itu kami menyerah, andaikan waktu itu Momi menyerah dan memilih untuk Operasi karena tak tahan rasa sakitnya, maka kami tak akan pernah bisa merasakan bagaimana akhirnya hanya beberapa jam dari sana, engkau lahir dengan proses normal dari jalan lahir Momi. Tekad baja Momi mengalahkan rayuan palsu operasi nak. Semangat Momi meraih mimpi tak pernah pudar. Dan Alhamdulillah, takdir dari Allah akhirnya terkuak. 

Hari Selasa pagi tanggal 26 Februari 2013 itu, tangisanmu mengisi dunia kami. Tangisan yang bisa melupakan segala kesakitan yang baru saja Momi alami. Alhamdulillah, setelah engkau mendengarkan Adzan dari Ayah, engkau, Raidan Afkar Izzananta (R.A.I) [seorang anak yang patuh kepada kedua orang tuanya -Izzan,Ananta-, yang kelak menjadi pemimpin -Ra'id- yang bijaksana -Afkar-, yang kehadirannya bermanfaat baik bagaikan AIR[bahasa]-anagram R.A.I- dan AIR[english]-anagram R.A.I- untuk keluarga dan orang2 disekitarnya] berkenalan dengan dunia. Rai, meet world.. World, meet Rai.. 

Mohon doa dari Raidan nak, doakan agar Ayah dan Momi bisa menjalani amanah dari Allah ini dengan baik, sehingga bisa menjadikan Raidan seorang yang patuh kepada Ayah dan Momi, menjadi pemimpin yang bijaksana, dan senantiasa bermanfaat baik bagi semua. Aamiin...